Jenis
bahan dan jenis disain karinding menunjukan perbedaan usia, tempat, jenis
kelamin pemakai. Karinding yang menyerupai susuk sanggul dibuat untuk
perempuan, sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih
pendek, agar bisa disimpan di tempat tembakau. Bahan juga menunjukkan tempat
pembuatan karinding. Di Priangan Timur, misalnya, karinding menggunakan bahan
bambu. Di kawasan lain di Indonesia, karinding disebut jugarinding (Yogyakarta), genggong (Bali), dunga (Sulawesi), karindang (Kalimantan)atau
alat sejenis dengan bahan baja bernama jawharp di kawasan
Nepal dan Eropa dan chang di Cina dengan bahan kuningan.
Selain ditabuh, karinding juga ada yang dimainkan dengan cara dicolek atau
disintir
Karinding konon alat musik yang telah digunakan karuhun Sunda sejak dahulu kala. Alat musik ini terbuat dari pelepah aren atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dibuat menjadi tiga bagian yaitu bagian tempat memegang karinding (pancepengan), jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing serta pembatas jarumnya, dan bagian ujung yang disebut panenggeul(pemukul). Jika bagian panenggeul ditabuh, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas. Bunyi tersebut bisa diatur tergantung bentuk rongga mulut, kedalaman resonansi, tutup buka kerongkongan, atau hembusan dan tarikan napas.
Pada
mulanya karinding adalah merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengusir
hama tanaman karena karakter bunyi yang dikeluarkan terdengar mendengung dengan
nada low decibel. Diperkirakan telah ada sejak beberapa abad yang lalu.
Beberapa pengamat sejarah Sunda berpendapat bahwa alat musik ini berasal dari
kebudayaan pada zaman kerajaan Pajajaran. Selain digunakan untuk mengusir hama,
alat musik ini pun dipakai sebagai musik pengiring pada beberapa ritual adat
masyarakat.
Karinding
terbagi menjadi tiga bagian yaitu pada ruas pertama di ujung sebelah
kanan yang menjadi tempat untuk mengetuk karinding sehingga menimbulkan
resonansi pada ruas tengah. Kemudian, di ruas tengah terdapat bagian
guratan bambu yang dipotong tipis sehingga bergetar saat karinding
diketuk dengan jari. Bagian ujung paling kiri berfungsi sebagai pegangan.
Cara
memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas tengah
karinding di depan mulut yang agak terbuka, kemudian pada ujung ruas
paling kanan karinding diketuk dengan satu jari hingga karinding pun
bergetar secara beraturan yang kemudian diresonansi oleh mulut si pemain. Suara
yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas, dan lidah. Secara
konvensional—menurut penuturan Abah Olot, nada atau pirigan dalam memainkan
karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan
iring-iringan.
Pamor
Karinding beberapa tahun belakangan tidak terlepas dari peran komunitas metal
scene Bandung seperti komunitas Ujungberung Rebel yang mana beberapa personil
dari band beraliran cadas berinisiatif membentuk sebuah grup musik tradisi
bernama Karinding Attack pada tahun 2009 dengan memainkan alat-alat kesenian
sunda buhun yang salah satunya adalah karinding. Beberapa event musik lokal
bagi band cadas seperti "Bandung Berisik" kerap
memberikan ruang bagi kesenian tradisi ini untuk berkolaborasi dengan beberapa
band dalam rangka turut melestarikan seni budaya daerah.
Jenis Karinding dan tempat penyimpannya
konon
alat musik yang telah digunakan karuhun Sunda sejak dahulu kala. Alat musik ini
terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dipotong
menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet
ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut
panenggeul (pemukul). Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan
bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi
yang khas. Bunyi tersebut bisa diatur tergantung bentuk rongga mulut, kedalaman
resonansi, tutup buka kerongkongan, atau hembusan dan tarikan napas.
Jenis bahan dan jenis disain karinding menunjukan perbedaan usia, tempat, jenis
kelamin pemakai. Karinding yang menyerupai susuk sanggul dibuat untuk
perempuan, sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih
pendek, agar bisa disimpan di tempat tembakau.
Biasanya karinding itu dimainkan pada malam hari oleh orang-orang sambil
menunggui ladangnya di hutan atau di bukit-bukit, saling bersautan antara bukit
yang satu dan bukit lainnya. Alat ini ternyata bukan cuma menjadi pengusir sepi
tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama. Suara yang dihasilkan oleh
karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama
sehingga mereka menjauhi ladang pertanian.
Di kalangan para pemuda Tatar Sunda, karinding juga popoler sebagai alat musik
pergaulan. Dahulu, jika sang jejaka bertandang ke rumah sang gadis, ia akan
mendemonstrasikan permainan karinding untuk memikat sang gadis. Dalam hal
percintaan, karinding juga berkembang dengan kisah-kisah romantis—dan juga
tragis—di belakangnya, Pada jaman sekarang karinding atau celempung sering
dikolaborasikan dengan alat musik modern.
HATUR NUHUN...
URANG LAJEUNGKEUN KA EPISODE KA II.
Post a Comment